Demak, Kudusnews.id – Petani di Desa Pasir, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak menggunakan light trap guna membasmi hama larva pada tanaman bawang merah di musim tanam (MT) ke tiga
Pemasangan lampu pada lahan tanaman bawang merah tersebut merupakan langkah efektif dan murah dibandingkan hanya mengandalkan obat kimia pestisida.
Ketua Kelompok Tanijaya Desa Pasir, Abdul Rosyid mengatakan light trap yaitu memasang instalasi lampu pada lahan bawang merah, yang terpasang ember kecil di bawahnya. Pemasangan lampu tersebut idealnya pada lahan setengah bahu, atau sekitar 3.500 meter persegi terpasang 50 lampu di sisi kanan dan kirinya.
“Jadi light trap itu sistemnya kita memancing larva. Diantaranya kaper, kupu kecil. Kaper itu jenisnya banyak, ada yang putih, ada yang coklat kecil, ada yang loreng. Jadi nanti larva itu kepancing ke lampu, di bawah lampunya dikasih ember kecil berisi air dan cairan sunlight. Jadi ketika dia datang mendekati lampu terus dia jatuh terperangkap di ember kecil tadi. Jadi mati itu,” jelas Rosyid, Senin (9/8/2021).

Rosyid mengatakan pada MT ke tiga yang paling diwaspadai petani yaitu hama kaper dan ulat. Oleh karenanya, ia menyebut penanganan bawang merah salah satu paling efektif menggunakan light trap.
Ia menyebut, petani bawang merah yang tidak menggunakan light trap biasanya menyemprot tanaman dengan obat pembasmi hama ulat sebanyak satu kali sehari, berbeda dengan yang menggunakan light trap bisa tiga hari sekali. Sedangkan harga obat pestisida ulat seharga Rp 250 ribu, untuk penyemprotan sebanyak dua kali.
Sementara usia panen MT3, lanjut Rosyid, yaitu selama 60 hari. Jika dikalikan Rp 250 ribu dikalikan 60 dan dibagi dua, sama dengan Rp 7,5 juta untuk mengusir hama. Sedangkan jika menggunakan light trap hanya membutuhkan Rp 5 juta + Rp 50 ribu pemasangan light trap.
“Pemasangan light trap untuk 50 lampu bisa Rp 25 ribu sampai Rp 50 ribu, tergantung jenis lampunya. Itu pun masih bisa digunakan untuk musim tanam berikutnya. Jadi menggunakan light trap itu untuk mengurangi serangan hama dan cara efektif dan murah,” terangnya.
“Jadi sistemnya musim tanam MT ke tiga ini larva datang terus mati, tidak sampai menginggapi daun bawangnya. Yang dikhawatirkan nanti hinggap, dia bertelur. Telur itu bisa satu-dua hari menetas. Jadinya ulat grayak itu,” sambung Rosyid.
Rosyid mengatakan mayoritas petani di Desa Pasir merupakan petani bawang merah. Sejumlah 600 hektar lahan ditanami bawang merah dari keseluruhan lahan 700 hektar. Setiap kali panen raya, Desa Pasir mampu menghasilkan sekitar 5.400 ton.
“Satu hektarnya bisa menghasilkan 9 ton panen bawang merah. Tinggal mengalikan 600,” ujarnya.
Rosyid mengatakan hasil panen bawang merah Desa Pasir biasa dikirim ke Pasar Kramatjati, Jakarta. Sementara untuk musim tanam bawang merah sejumlah tiga kali dalam setahun.
“Ini sudah panen raya untuk MT ke tiga. Tinggal 30 persen yang belum,” terangnya. (Adv/Sai-03)